Wae Rebo, Eksotika Budaya Manggarai
Selain melaksanakan tugas mengajar serta kewajiban bersosialisasi dalam kegiatan kemasyarakatan, para guru SM-3T juga memiliki kesempatan untuk mengenali kebudayaan asli tanah Flores serta menikmati keindahannya yang masih alami. Kali ini, kami berkesempatan untuk mengunjungi rumah adat Wae Rebo.
Wae Rebo merupakan sebuah perkampungan adat yang terletak di kecamatan Satarmese Barat, kabupaten Manggarai. Wae Rebo memiliki arti tersendiri bagi para wisatawan yang pernah berkunjung kesana. "Wae" dalam bahasa Manggarai berarti air, sedangkan "Rebo" adalah nama tempat atau daerah itu sendiri.
Ada perasaan ingin tahu yang sangat besar saat pertama kali mendengar nama itu, ditambah lagi saya mendapat kabar dari rekan kerja yang asli Manggarai bahwa disana terdapat rumah adat yang masih asli tanpa tersentuh teknologi atau modernisasi. Keingintahuaan saya semakin bertambah karena sangat sulit untuk menemukan rumah adat yang masih asli tanpa renovasi apapun, karena pengaruh budaya asing yang masuk ke Manggarai.
Sesuatu yang indah memang harus dibayar dengan kerja keras, seperti yang saya alami ketika perjalanan menuju Wae Rebo. Saya dan teman-teman lainnya harus menempuh perjalanan 4 jam naik otto kol dari ibukota kab. Manggarai, Ruteng menuju Dintor di kecamatan SaBar (Satarmese Barat). Otto kol merupakan sebuah alat transportasi yang sering dipakai di Manggarai. Ia berbentuk seperti truk pada umumnya, akan tetapi ada yang sedikit berbeda dari truk-truk yang ada di Jawa. Truk Otto kol ini diisi dengan beberapa deret bangku sebagai tempat duduk bagi para penumpang. Inilah yang disebut dengan otto kol. Setelah perjalanan 4 jam naik otto, kami harus berjalan kaki mendaki gunung selama 4 jam penuh. Lelah memang, sampai hampir membuat saya putus asa. Tetapi melihat semangat anak-anak Wae Rebo yang kebetulan berangkat dengan rombongan saya, membuat saya malu dan kembali melanjutkan perjalanan.
Sesampainya di Wae Rebo, saya dan teman-teman hanya bisa melihat dengan takjub pemandangan yang disodorkan di depan mata. Sungguh keindahan yang tiada duanya. Ada 7 rumah adat yang berdiri kokoh dan gagah tanpa sentuhan teknologi, yang dikelilingi oleh tebing-tebing curam. Pemandangan yang benar-benar indah dan alami itu ditambah dengan kesejukan alami udara di pagi hari semakin menambah nilai eksotika Wae Rebo. Selain rumah adat, ada beberapa pertunjukkan yang hanya dilakukan saat ada perayaan. Kebetulan waktu itu ada upacara adat yang disebut Penti, sehingga ada beberapa pertunjukkan yang ditanpilkan seperti tarian Caci (tarian tradisional Manggarai). Saat itu, rombongan kami bertemu dengan team "Jejak Petualang" dan "Tahu Nggak Sih?" dari Trans7. Ada perasaan bangga dan puas dalam hati saya, setelah melihat keindahan alam dan budaya Wae Rebo ini. Untuk bisa bermalam di Wae Rebo, kita diwajibkan untuk membayar Rp. 225.000,- per satu malam, itu sudah termasuk uang makan, tempat tinggal, dan pertunjukkan.
Setelah saya ingat perjalanan kemarin, saya berpikir perjalan yang panjang dan melelahkan itu sudah terbayar lunas dengan kepuasaan yang saya peroleh dari Wae Rebo, eksotika budaya alami dari tanah Manggarai.